Jumat, 27 Mei 2011

BENTUK SEDIAAN OBAT

A. MACAM BSO PADAT:

1. Serbuk atau powder (Pulvis& pulveres)

• Pengertian :
Campuran kering bahan obat yang dihaluskan, untuk pemakaianoral/pemakaian luar.

• Macam –macam serbuk:
a) Serbuk terbagi
b) Serbuk tak terbagi
i. Serbuk oral tidak terbagi
ii. Pulveres adspersorium(serbuk tabur)
iii. Powder for injection (serbuk injeksi)
• Cara penggunaan
i. Dilarutkan/disuspensikan dalam aquadest
ii. Pulvisad spersorius ditaburkan
iii. Serbuk injeksi, dilarutkan atau disuspensikan dalam aqua pro injeksi pelarut yang sesuai/tersedia

2. Granul(Granualatau Dry granule)

• Pengertian:
Sediaan bentuk padat, berupa partikel serbuk dengan diameter 2-4 µm denganatautanpa vehikulum.

• Macam-macam granul:
a) Bulk granules
b) Divided granules

• Cara penggunaan:
Sebelum diminum, dilarutkan/disuspensikan dulu dalam air /pelarut yang sesuai dengan volume tertentu, menurut petunjuk dalam brosur yang disediakan.
3. Tablet (compressi)
• Pengertian:
Sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
• Macam-macam tablet:

1) Berdasar teknik pembuatan:
a) Tablet cetak
b) Tablet kempa

2) Berdasarkan penggunaan:
a) Bolus
b) Tablet triturate
c) Tablet hipodermik
d) Tablet bukal
e) Tablet sublingual
f) Tablet efervesen (tablet buih)
g) Tablet kunyah (chewable tablet)
h) Tablet Hisap (Lozenges)
1. Lokal
2. Sistemik

3) Tablet berdasarkan formulasi
a) release, delayed release, sustained release, sustained action, prolonged action, prolonged release, timeTablet Salut Gula (Tsg) (Dragee, Sugar Coated Tablet)
b) Tablet SalutFilm (Tsf) (Film Coated Tablet, Fct)
c) Tablet Salut Enterik(Enteric Coated Tablet)
d) SediaanRetard (Sustained Released, Form Prolonged Action, Form Timesapan, Spanful)
Macam-macamsediaanretard, yaitu controlled release, extended release, slow release, extended action
4) Tablet berdasarkan bentuknya
a) Bulat pipih
b) Silindris
• Cara penggunaan
Secara umum ditelan utuh kecuali tablet dengan penggunaan khusus seperti tablet hisap

4. kapsul(capsulae)
• pengertian:
Sediaan padat terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
• Macam-macam:
a) Kapsul cangkang keras(Hard capsule)
b) Kapsul cangkang lunak(Soft capsule)

B. MACAM BSO CAIR

1. solutiones(larutan)
2. suspensiones(suspensi)
3. emulsa(emulsi).

• BSO cair oral:
a) Potiones(obatminum)
b) Elixir
c) Sirup
d) Guttae(drop)

• BSO cair topikal:
a) Collyrium(kolirium)
b) Guttaeophthalmicae(tetes mata)
c) Gargarisma(Gargle)
d) Mouthwash
e) Guttaenasales(tetes hidung)
f) Guttaeauricularis(tetes telinga)
g) Irigationes(Irigasi)
h) Inhalatoines
i) Epithema
j) Lotion
k) Linimentum(Liniment)
Keuntungan liniment dibandingkan dengan salep adalah:
1. Lebih mudah dicuci dari kulit
2. Penetrasi lebih baik dari sediaan salep.

• BSO cair rectal/vaginal:
a) Lavament/Clysma/Enema
Selain untuk membersihkan,enema juga berfungsi sebagai karminativa, emollient, diagnostik, sedatif, antelmintik, dan lain-lain.
b) Douche

• BSO cair injeksi
• Pengertian:Sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspense atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, disuntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
• Syarat utama :
Obat harus steril dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
• Keuntungan injeksi:
i. Onset cepat.
ii. Efek dapat diramalkan dengan pasti.
iii. Bioavailabilitas sempurna atau hamper sempurna.
iv. Kerusakan obat dalam GE dihindarkan.
v. Dapat diberikan pada penderita sakit keras atau koma.
• Kerugian injeksi:
i. Nyeri saat pemberian, bila sering diberikan.
ii. Efek psikologis bagi yang takut disuntik.
iii. Kekeliruan obat atau dosis tidak dapat diperbaiki.
iv. Obat hanya diberikan oleh tenaga ahli tertentu.


• Keuntungan BSO cair
a) Cocok untuk penderita yang sukar menelan
b) Absorpsi lebih cepat dibandingkan sediaan oral lain.
c) Homogenitas lebih terjamin.
d) Dosis/takaran dapat disesuaikan
e) Dosis lebih seragam
f) Cocok untuk obat yang mengiritasi mukosa lambung atau dirusak cairan lambung

• Kerugian BSO cair
a) Tidak untuk obat yang tidak stabil dalam air obat pahit/baunya tidak enak sukar ditutupi.
b) Sediaan tidak praktis dibawa
c) Takaran obat tidak dalam dosis terbagi kesediaan dosis tunggal, dan harus menggunakan alat khusus.
d) Air merupakanmedia pertumbuhan bakteri dan merupakan katalis reaksi.
e) Pemberian obat menggunakan alat khusus/orang khusus(sediaan parenteral).

C. MACAM BSO SETENGAH PADAT

• CREMORES (KRIM)
- Mengandung satu/ > bahan obat berbentuk
- emulsi minyak dalam air atau dispersimikro Kristal asam-asam lemak atau alcohol berantai panjang dalam air.
- Mudahdibersihkan

• JELLY (GEL)
- Jernih & tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut lebih encer dari salep, mengandung sedikit/tidak lilin,
- Digunakan pada membrane mukosa dan untuk tujuan pelican atau sebagai basis bahan obat,dan umumnya adalah campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik leleh rendah.
- Dapat dicuci karena mengandung mucilago,
- gum atau bahan pensuspensi sebagai basis.

• PASTAE (PASTA)
- Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
- Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
- Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
- Mengandung bahan serbuk(padat) antara 40 % -50 %
Beberapakeuntunganbentuksediaanpasta:
a. Mengikat cairan secret lebih baik dari unguentum
b. lebih melekat pada kulit

• UNGUENTA (SALEP)
- Untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.
- Bahan obat larut/terdispersi homogeny dalam dasar salep yang cocok.
• Keuntungan sediaan setengah padat dibandingkan sediaan cair:
i. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi basisnya.
ii. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
iii. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit tumbuh bakteri.
iv. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu.

Factor pemilihan BSO:
I. FAKTOR BAHAN OBAT
Sifat fisiko-kimia bahan obat:
1. Bahan obat higroskopis Natrii Bromidum dalam bentuk solutio
2. Bahan obat tidak larut air diberikan dalam bentuk padat tidak dalam sediaan cair kecuali yang digunakan bentuk lainnya misalnya bentuk ester pada klomfenikol yang sifat larut air.
3. Bahan obat dirusak oleh getah lambung maka diberikan dalam bentuk injeksi Contoh: Penicillin G
4. Bahan obat yang tidak diabsorbsi bila diberikan melalui oral maka obat akan diberikan melalui injeksi atau topical Contoh: Gentamisin

Hubungan aktivitas/struktur kimiaobat(SAR)
Contoh:
1. Derivat barbiturate Thiopental (ultra-short-acting) diberikan bentuk injeksi
2. Derivat barbiturate Fenobarbital(long acting)diberikan melalui oral dalam bentuk tablet, kapsul dan puyer

Sifat farmakokinetik bahan obat
Obat yang mengalami“first pass effect”pada hati kurang efektif bila diberikan melalui oral misalnya nitrogliserin dan isosorbiddinitrat maka diberikan tablet sublingual

Bentuksediaanyang paling stabil
Contoh vitamin C tidak stabil dalam bentuk cairan maka pilihannya adalah bentuk padat yang sifatnya lebih stabil

Hubungan aktivitas/struktur kimiaobat(SAR)
Contoh:
1. Derivat barbiturate Thiopental (ultra-short-acting)diberikanbentukinjeksi
2. Derivat barbiturate Fenobarbital(long acting) diberikan melalui oral dalam bentuk tablet, kapsul dan puyer

Sifat farmakokinetik bahan obat
- Obat yang mengalami“first pass effect”pada hatikurang efektif bila diberikan melalui oral misalnya nitrogliserin dan isosorbiddinitrat maka diberikan tablet sublingual

Bentuk sediaan yang paling stabil
- Contoh vitamin C tidak stabil dalam bentuk cairan maka pilihannya adalah bentuk padat yang sifatnya lebih stabil.

II. FAKTOR PENDERITA:
1. Umurpenderita
a. Anak-anak
b. Dewasa
c. Geriatrik

2. Lokasi/bagiantubuhdimanaobatharusbekerja
a. Efek lokal: bentuk sediaan yang dipilih adalah solutio, mixtura, unguentum, krim, pasta. Harus dibeda, mixtura, unguentum, krim, pasta. Harus dibedakan apakah obat digunakan untuk kulit biasa atau kulit yang berambut.
b. Penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit: bentuk sediaan injeksi, linimentum, unguentum, krim dengan vehikulum tertentu
c. Efek sistemik: bentuk sediaan injeksi,bentuk sediaan cair atau padat yang diberikan per oral atau rektal. Penggunaan oral lebih mudah digunakan bagi penderita Daripada cara rektal

3. Kecepatan atau lama kerja obat yang dikehendaki:
- Obat bentuk injeksi lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk sediaan per oral atau per rectal. Contoh: kecepatan penyerapan aminofillin dari berbagai bentuk sediaan injeksi> solutio> pulveres> kapsul
- Obat sustained release (kapsul atau tablet) bekerja lebih lama daripada tablet atau kapsul biasa; pemberian obat cukup satu atau dua kali dalam sehari.

BENTUK SEDIAAN OBAT

A. MACAM BSO PADAT:

1. Serbuk atau powder (Pulvis& pulveres)

• Pengertian :
Campuran kering bahan obat yang dihaluskan, untuk pemakaianoral/pemakaian luar.

• Macam –macam serbuk:
a) Serbuk terbagi
b) Serbuk tak terbagi
i. Serbuk oral tidak terbagi
ii. Pulveres adspersorium(serbuk tabur)
iii. Powder for injection (serbuk injeksi)
• Cara penggunaan
i. Dilarutkan/disuspensikan dalam aquadest
ii. Pulvisad spersorius ditaburkan
iii. Serbuk injeksi, dilarutkan atau disuspensikan dalam aqua pro injeksi pelarut yang sesuai/tersedia

2. Granul(Granualatau Dry granule)

• Pengertian:
Sediaan bentuk padat, berupa partikel serbuk dengan diameter 2-4 µm denganatautanpa vehikulum.

• Macam-macam granul:
a) Bulk granules
b) Divided granules

• Cara penggunaan:
Sebelum diminum, dilarutkan/disuspensikan dulu dalam air /pelarut yang sesuai dengan volume tertentu, menurut petunjuk dalam brosur yang disediakan.
3. Tablet (compressi)
• Pengertian:
Sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
• Macam-macam tablet:

1) Berdasar teknik pembuatan:
a) Tablet cetak
b) Tablet kempa

2) Berdasarkan penggunaan:
a) Bolus
b) Tablet triturate
c) Tablet hipodermik
d) Tablet bukal
e) Tablet sublingual
f) Tablet efervesen (tablet buih)
g) Tablet kunyah (chewable tablet)
h) Tablet Hisap (Lozenges)
1. Lokal
2. Sistemik

3) Tablet berdasarkan formulasi
a) release, delayed release, sustained release, sustained action, prolonged action, prolonged release, timeTablet Salut Gula (Tsg) (Dragee, Sugar Coated Tablet)
b) Tablet SalutFilm (Tsf) (Film Coated Tablet, Fct)
c) Tablet Salut Enterik(Enteric Coated Tablet)
d) SediaanRetard (Sustained Released, Form Prolonged Action, Form Timesapan, Spanful)
Macam-macamsediaanretard, yaitu controlled release, extended release, slow release, extended action
4) Tablet berdasarkan bentuknya
a) Bulat pipih
b) Silindris
• Cara penggunaan
Secara umum ditelan utuh kecuali tablet dengan penggunaan khusus seperti tablet hisap

4. kapsul(capsulae)
• pengertian:
Sediaan padat terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
• Macam-macam:
a) Kapsul cangkang keras(Hard capsule)
b) Kapsul cangkang lunak(Soft capsule)

B. MACAM BSO CAIR

1. solutiones(larutan)
2. suspensiones(suspensi)
3. emulsa(emulsi).

• BSO cair oral:
a) Potiones(obatminum)
b) Elixir
c) Sirup
d) Guttae(drop)

• BSO cair topikal:
a) Collyrium(kolirium)
b) Guttaeophthalmicae(tetes mata)
c) Gargarisma(Gargle)
d) Mouthwash
e) Guttaenasales(tetes hidung)
f) Guttaeauricularis(tetes telinga)
g) Irigationes(Irigasi)
h) Inhalatoines
i) Epithema
j) Lotion
k) Linimentum(Liniment)
Keuntungan liniment dibandingkan dengan salep adalah:
1. Lebih mudah dicuci dari kulit
2. Penetrasi lebih baik dari sediaan salep.

• BSO cair rectal/vaginal:
a) Lavament/Clysma/Enema
Selain untuk membersihkan,enema juga berfungsi sebagai karminativa, emollient, diagnostik, sedatif, antelmintik, dan lain-lain.
b) Douche

• BSO cair injeksi
• Pengertian:Sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspense atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, disuntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
• Syarat utama :
Obat harus steril dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
• Keuntungan injeksi:
i. Onset cepat.
ii. Efek dapat diramalkan dengan pasti.
iii. Bioavailabilitas sempurna atau hamper sempurna.
iv. Kerusakan obat dalam GE dihindarkan.
v. Dapat diberikan pada penderita sakit keras atau koma.
• Kerugian injeksi:
i. Nyeri saat pemberian, bila sering diberikan.
ii. Efek psikologis bagi yang takut disuntik.
iii. Kekeliruan obat atau dosis tidak dapat diperbaiki.
iv. Obat hanya diberikan oleh tenaga ahli tertentu.


• Keuntungan BSO cair
a) Cocok untuk penderita yang sukar menelan
b) Absorpsi lebih cepat dibandingkan sediaan oral lain.
c) Homogenitas lebih terjamin.
d) Dosis/takaran dapat disesuaikan
e) Dosis lebih seragam
f) Cocok untuk obat yang mengiritasi mukosa lambung atau dirusak cairan lambung

• Kerugian BSO cair
a) Tidak untuk obat yang tidak stabil dalam air obat pahit/baunya tidak enak sukar ditutupi.
b) Sediaan tidak praktis dibawa
c) Takaran obat tidak dalam dosis terbagi kesediaan dosis tunggal, dan harus menggunakan alat khusus.
d) Air merupakanmedia pertumbuhan bakteri dan merupakan katalis reaksi.
e) Pemberian obat menggunakan alat khusus/orang khusus(sediaan parenteral).

C. MACAM BSO SETENGAH PADAT

• CREMORES (KRIM)
- Mengandung satu/ > bahan obat berbentuk
- emulsi minyak dalam air atau dispersimikro Kristal asam-asam lemak atau alcohol berantai panjang dalam air.
- Mudahdibersihkan

• JELLY (GEL)
- Jernih & tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut lebih encer dari salep, mengandung sedikit/tidak lilin,
- Digunakan pada membrane mukosa dan untuk tujuan pelican atau sebagai basis bahan obat,dan umumnya adalah campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik leleh rendah.
- Dapat dicuci karena mengandung mucilago,
- gum atau bahan pensuspensi sebagai basis.

• PASTAE (PASTA)
- Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
- Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
- Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
- Mengandung bahan serbuk(padat) antara 40 % -50 %
Beberapakeuntunganbentuksediaanpasta:
a. Mengikat cairan secret lebih baik dari unguentum
b. lebih melekat pada kulit

• UNGUENTA (SALEP)
- Untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.
- Bahan obat larut/terdispersi homogeny dalam dasar salep yang cocok.
• Keuntungan sediaan setengah padat dibandingkan sediaan cair:
i. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi basisnya.
ii. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
iii. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit tumbuh bakteri.
iv. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu.

Factor pemilihan BSO:
I. FAKTOR BAHAN OBAT
Sifat fisiko-kimia bahan obat:
1. Bahan obat higroskopis Natrii Bromidum dalam bentuk solutio
2. Bahan obat tidak larut air diberikan dalam bentuk padat tidak dalam sediaan cair kecuali yang digunakan bentuk lainnya misalnya bentuk ester pada klomfenikol yang sifat larut air.
3. Bahan obat dirusak oleh getah lambung maka diberikan dalam bentuk injeksi Contoh: Penicillin G
4. Bahan obat yang tidak diabsorbsi bila diberikan melalui oral maka obat akan diberikan melalui injeksi atau topical Contoh: Gentamisin

Hubungan aktivitas/struktur kimiaobat(SAR)
Contoh:
1. Derivat barbiturate Thiopental (ultra-short-acting) diberikan bentuk injeksi
2. Derivat barbiturate Fenobarbital(long acting)diberikan melalui oral dalam bentuk tablet, kapsul dan puyer

Sifat farmakokinetik bahan obat
Obat yang mengalami“first pass effect”pada hati kurang efektif bila diberikan melalui oral misalnya nitrogliserin dan isosorbiddinitrat maka diberikan tablet sublingual

Bentuksediaanyang paling stabil
Contoh vitamin C tidak stabil dalam bentuk cairan maka pilihannya adalah bentuk padat yang sifatnya lebih stabil

Hubungan aktivitas/struktur kimiaobat(SAR)
Contoh:
1. Derivat barbiturate Thiopental (ultra-short-acting)diberikanbentukinjeksi
2. Derivat barbiturate Fenobarbital(long acting) diberikan melalui oral dalam bentuk tablet, kapsul dan puyer

Sifat farmakokinetik bahan obat
- Obat yang mengalami“first pass effect”pada hatikurang efektif bila diberikan melalui oral misalnya nitrogliserin dan isosorbiddinitrat maka diberikan tablet sublingual

Bentuk sediaan yang paling stabil
- Contoh vitamin C tidak stabil dalam bentuk cairan maka pilihannya adalah bentuk padat yang sifatnya lebih stabil.

II. FAKTOR PENDERITA:
1. Umurpenderita
a. Anak-anak
b. Dewasa
c. Geriatrik

2. Lokasi/bagiantubuhdimanaobatharusbekerja
a. Efek lokal: bentuk sediaan yang dipilih adalah solutio, mixtura, unguentum, krim, pasta. Harus dibeda, mixtura, unguentum, krim, pasta. Harus dibedakan apakah obat digunakan untuk kulit biasa atau kulit yang berambut.
b. Penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit: bentuk sediaan injeksi, linimentum, unguentum, krim dengan vehikulum tertentu
c. Efek sistemik: bentuk sediaan injeksi,bentuk sediaan cair atau padat yang diberikan per oral atau rektal. Penggunaan oral lebih mudah digunakan bagi penderita Daripada cara rektal

3. Kecepatan atau lama kerja obat yang dikehendaki:
- Obat bentuk injeksi lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk sediaan per oral atau per rectal. Contoh: kecepatan penyerapan aminofillin dari berbagai bentuk sediaan injeksi> solutio> pulveres> kapsul
- Obat sustained release (kapsul atau tablet) bekerja lebih lama daripada tablet atau kapsul biasa; pemberian obat cukup satu atau dua kali dalam sehari.

Kamis, 19 Mei 2011

sistem imunitas

A. SISTEM IMUN NON SPESIFIK
• Respon langsung thd antigen
• Tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu
• Terdiri dari
o Fisik / mekanik
- kulit, selaput lendir, silia, batuk bersin
o Biokimia & faktor terlarut
- Biokimia : asam lambung, lisozim, laktoferin, asam neuraminik
- Humoral : komplemen, interferon, CRP
o Seluler
- Sel fagosit : monosit, makrofag, neutrofil, eosinofil
- Sel nul : sel NK dan K
- Sel mediator : basofil, mastosit, trombosit

Fagositosis
• makrofag/monosit, segmen eosinofil, netrofil
• memakan, mamasukan, menghancurkan
• Dibantu oleh :
- C3a, C5a, C567 à kemotaksis
- C3b àpengenalan Ag sasaran oleh sel fagosit
- opsonin
Proses fagositosis
Terdiri dari :
1. Kemotaksis à gerakan sel fagosit ke tempat infeksi
2. Menelan
3. Memakan (fagositosis) à dgn pembentukan fagosom
4. Membunuh à lisozom, H2O2, mieloperoksida
(à membentuk fagolisosom)
5. Mencerna

B. SISTEM IMUN SPESIFIK/ DIPEROLEH
Kemampuan mengenal benda asing/antigen à spesifik menghancurkan antigen yg sudahdikenal sebelumnya
Cara sistem ini didapat :
1. Aktif
2. Pasif
Respon imun spesifik terdiri dari :
1. Sistem humoral
- Diperankan oleh limfosit B
- Rangsangan antigen à sel B proliferasi & diferensiasi à sel plasma à membentuk antibodi
- Pertahanan thd bakteri ekstra seluler, netralisir toksin

2. Sistem seluler
- Diperankan oleh limfosit T : Th, Ts, Tdh, Tc
- pertahanan thd bakteri intraseluler, virus, jamur, parasit, keganasan

3. Antibody dependent cellular immune respons àsel null à sel K
SEL T
Dibentuk di sumsum tulang, pematangan di timus
Mempunyai petanda permukaan à membedakan dg sel B à pemeriksaan rosette (+)
Mempunyai petanda CD (cluster differentiation) à sel T dlm berbagai fase pertumbuhan
Mempunyai petanda fungsional à concanavalin A & phytohemaglutinin
Fungsi : - membantu sel B dlm memproduksi antibodi
- mengenal & menghancurkan sel yang terinfeksi virus
- mengaktifkan makrofag dlm fagositosis
- mengontrol ambang & kualitas sistem imun
Jenis : sel Th (helper), Ts (supresor), Td (delayed hypersensitivity), Tc (cytotoxic)

SEL B
• Dibentuk & dimatangkan di sumsum tulang
• Proses pematangan à sel asal à pre B à sel B imatur à sel B matur à proliferasi & diferensiasi à sel plasma à antibodi /Ig (imunoglobulin)
• Rangsangan antigen I à terbentuk IgM
• Selanjutnya akan terjadi switching à Ig A, Ig E. Ig D, Ig G

i. ANTIGEN
a. Sifat :
• dapat melekatkan Ab pd antigenic determinant/epitop
• dapat merangsang pembentukan Ab

b. Syarat antigen yg baik :
• BM besar ³ 40.000
• Kekakuan struktur
• Keasingan molekul
• Larut/tidak
• Kecepatan dihancurkan sel tubuh
• Jumlah antigen

ii. ANTIBODI
- Molekul antibodi à imunoglobulin
- Dibentuk oleh sel plasma dr limfosit B
- Macam :Ig M, Ig G,Ig A, Ig D, Ig E
Sistem imun non spesifik & spesifik à tidak dapat dipisahkan secara tegas

1. Uji respon imunologik non spesifik

a. Seluler
• Kuantitatif à pe­ atau pe¯ jumlah leukosit, monositosis, eosinofilia
• Kualitatif à uji hambatan migrasi leukosit, uji gangguan fagositosis, uji fungsi membunuh mikroba

b. Humoral
• Kadar CRP à me­ > 100 x pd infeksi atau kerusakan jaringan
• Kadar komplemen à C3, C4, faktor B, properdin

2. Uji respon imunologik spesifik
a. Seluler
1. Kualitatif à uji transformasi limfosit (dg PHA & con A)
à uji sitotoksisitas
à uji produksi limfokin
2. Kuantitatif à tes rosette
b. Humoral
Elektrpforesis protein
Imuno elektroforesis

UJI INTERAKSI ANTIGEN ANTIBODI
1. Reaksi presipitasi
- untuk antibodi/antigen terlarut à terbentuk presipitat
- jumlah antigen & antibodi hrs seimbang
2. Reaksi aglutinasi
- untuk antibodi/antigen btk partikel à terbentuk aglutinasi
- jumlah antigen & antibodi hrs seimbang
- misalnya : Widal, gol darah, tes kehamilan
3. Interaksi antigen antibodi tingkat molekuler
RIA (radio immunoassay)
ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay)









a. Jalur klasik
C1qrs (esterase) pengenalan
¯
C4 à C4b & C4a
¯
C2 à C2a & C2b
¯
C4b2a + Mg à C3 konvertase
¯
C3 à C3b & C3a
¯
C4b2a3b à C3 peptidase
¯
C5 à C5b & C5a
¯
penghancuran C5-6-7 à C5-6-7-8 à C5-6-7-8-9

b. Jalur alternatif
- Aktivasi langsung melalui C3
- Pencetus : - endotoksin
- zymosan
- IgA
- bisa ular kobra

SELULER
1. Sel NK
à sifat sitotoksik à virus, keganasan
à aktivasi oleh interferon
2. Mononuklear (MN)à monosit & makrofag
- Siklus hidup lama
- Granul à lisozim, komplemen, interferon, sitokin
- Gerak lambat 7-8 jam
3. Polimorfonuklear (PMN)à neutrofil, eosinofil
- Siklus hidup pendek
- Granul à enzim hidrolitik, laktoferin
- Gerak cepat 2-4 jam

Aktivasi APC Menginduksi Imunitas Adaptif.
Induksi imunitas adaptif dimulai ketika patogen dicerna oleh sel dendritik immature pada jaringan yang terinfeksi. Sel fagosit ini tersebar pada berbagai macam jaringan dan mengalami pembaharuan pada kecepatan yang sangat rendah. Sel dendritik sebagaimana makrofag berasal dari prekursor dalam sumsum tulang, dan bermigrasi dari sumsum tulang menuju jaringan periperal tempat berhentinya, pada tempat yang baru ini sel dendritik berperan untuk menjaga lingkungannya dari serangan patogen. Sel dendritik yang telah memperoleh antigen akan segera memasuki pembuluh limfa dam masuk lymph node. Pada lymph node sel dendritik akan mengenalkan antigen yang dibawa kepada sel T naive. Sel dendritik immature mempunyai reseptor pada permukaan sel yang mengenali sifat umum patogen, misalnya dinding sel bakteri yang berupa proteoglikan. Sebagaimana yang terjadi pada makrofag dan neutrofil, bakteri yang berikatan dengan reseptor sel dendritik akan ditelan oleh sel tersebut dan didegradasi intraselluler.
Sel dendritik immature secara terus menerus mengambil material ekstraselluler, termasuk virus dan bakteri yang ada pada lingkungan itu dengan mekanisme makropinositosis yang tidak tergantung reseptornya. Fungsi utama sel dendritik sebenarnya bukan untuk menghancurkan patogen tetapi untuk membawa antigen dari patogen itu pada organ limfoid periferal dan mempresentasikan antigen itu pada sel limfosit T. Ketika sel dendritik menelan patogen padajaringan yang terinfeksi, sel dendritik teraktivasi dan bergerak menuju lymph node yang terdekat. Karena aktivasi itu sel dendritik mengalami pemasakan menjadi sel APC yang sangat efektif dan berubah sifat menjadi sel yang mampu mengaktifkan sel limfosit spesifik yang berada pada lymph node (Gambar 42). Sel dendritik yang teraktivasi mensekresi sitokin yang berpengaruh terhadap imunitas innate maupun adaptif.

Limfosit Yang Teraktivasi Dapat Memediasi Respon Imunitas Adaptif.
Sistem pertahanan imunitas innate efektif untuk melawan berbagai macam patogen. Namun demikian sistem ini kerjanya juga terbatas karena mengandalkan reseptor yang terbentuk selama proses perkembangannnya, sedangkan mikroorganisme dapat berubah melebihi kecepatan host menyelaraskan sistem imun yang ada. Hal ini menjelaskan mengapa sistem imunitas innate hanya dapat mengenali mikroorganisme yang membawa molekul yang umumnya sama untuk semua jenis patogen yang secara evolusi kemampuan tersebut telah terpelihara. Imunitas innate akan bekerja dengan cepat terhadap agen apapun yang masuk, termasuk mikroorganisme yang mempunyaikecepatan berevolusi sangat tinggi selama reseptor nonspesifik dapat mengenalinya. Sistem imunitas innate dapat mengenali struktur molekul yang berada pada patogen yang umumnya tidak dimiliki host. Telah diketahui bahwa bakteri patogen dapat terus melakukan perubahan struktur kapsul sehingga terhindar dari pengenalan sel-sel fagosit. Virus membawa berbagai macam molekul yang secara umum berbeda dengan bakteri dan jarang dapat dikenali langsung oleh makrofag. Namun demikian virus dan bakteri berkapsul dapat diambil oleh sel dendritik dengan proses makropinositosis yang tidak tergantung pada reseptor, sehingga molekul yang menunjukkan sifat sebagai penginfeksi bisa diketahui, dan sel dendritik teraktivasi akan mempresentasikan antigen pada limfosit. Mekanisme pengenalan pada sistem imunitas adaptif yang dilakukan oleh sel limfosit telah berevolusi untuk mengatasi keterbatasan imunitas innate. Adanya evolusi itu memungkinkan terjadinya pengenalan terhadap diversitas antigen yang tak terbatas, sehingga setiap antigen dapat menjadi target bagi limfosit yang spesifik.
Setiap sel limfosit yang masuk pada sirkulasi darah hanya memiliki satu macam reseptor yang spesifik untuk satu macam antigen. Sifat spesifik limfosit ini terbentuk selama proses perkembangan limfosit mulai pada sumsum tulang dan timus untuk membentuk varian gen yang menyandi molekul reseptor limfosit. Karena setiap sel limfosit mempunyai reseptor yang spesifikasinya berbeda satu dengan yang lain, maka setiap individu mempunyai berjuta-juta klon sel limfosit, lymphocyte receptor repertoire. Selama hidup manusia limfosit mengalami proses yang mirip seleksi alam. Hanya limfosit yang menemukan antigen yang dapat teraktivasi dan berubah menjadi sel efektor. Clonal selection theory, sebenarnya telah berkembang sejak tahun 1950. Pada saat itu Macfarlane Burnet beranggapan bahwa di dalam setiap individu telah tersedia sel-sel yang mempunyai potensi menghasilkan antibodi yang berbeda-beda. Jika sel tersebut mengikat antigen yang sesuai akan teraktivasi dan membelah menjadi progeni yang identik, yang disebut klon. Sel yang teraktivasi itu sekarang dapat mensekresi antibodi yang sama, dan mempunyai spesifikasi yang sama pula dengan reseptor yang pertama kali terstimuli.

IMUN

RESPON IMUN
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiuap sel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik.


IMUNITAS
Untuk melindungi diri dari ancaman terhadap jati dirinya, tubuh manusia telah mengembangkan reaksi pertahanan seluler yang disebut respon imun. Kata imunologi dan imunitas berasal dari kata latin immunitas, yang pada zaman Romawi digunakan untuk menjelaskan adanya perlindungan terhadap tugas-tugas kemasyarakatan dan tuntutan hukum bagi para senator Romawi semasa mereka menjabat. Secara historis istilah ini kemudian digunakan untuk menjelaskan perlindungan terhadap penyakit infeksi. Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi (nonself).

Imunitas mempunyai tiga fungsi utama :
›Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen penginvasi seperti mikroorganisme.
› Perannya dalam surveilans adalah mengindentifikasi dan menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma.
› Perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah.

ANTIGEN

Banyak benda asing jika dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-kali, respon yang ditimbulkan selalu sama. Namun, ada benda asing tertentu yang mampu menimbulkan perubahan pada hospes sedemikian rupa sehingga reaksi selanjutnya berbeda daripada reaksi sewaktu pertama kali masuknya benda asing tersebut.
Respon yang berubah semacam itu dipihak hospes disebut sebgai respon imunologis dan benda-benda asing yang menyebabkan reaksi tersebut dinamakan antigen atau imunogen.
Tujuan utama respon imun adalah menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya.

SIFAT KHAS RESPON IMUN
Tujuan respon imun adalah untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenik dengan cepat, hal ini dilakukan oleh tubuh melalui dua macam cara. Cara pertama, respon imun humoral, dipengaruhi oleh imunoglobulin, gammaglobulin dalam darah, yang disintesis oleh hospes sebagai respon terhadap masuknya benda antigenik. Reaksi imunologis kedua, respon imun selular, dilakukan secara langsung oleh limfasit yang berproliferasi akibat amsuknya antigen tersebut. Sel-sel ini bereaksi secara spesifik dengan antigen (tanpa intervensi dari imunoglobulin).

JARINGAN IMUNOREAKTIF
Bagian respon imun yang mengakibatkan pembentukan antibodi imunoglobulin atau proliferasi sel-sel reakstif antigen kadang-kadang disebut sebagai fase aferen atau fase induksi dari respon imun. Limfosit dan makrofag adalah sel-sel yang terutama bertanggung jawab atas bagian respon ini. Lebih khusus, apa yang dinamakan jaringan limfosit tubular yang terlihat. Sekali antibodi sudah disintesis atas sel-sel reaktifan/antigen sudah berproliferasi, maka mereka akan tersebar secara luas dalam berbagai jaringan tubuh, sehingga jika antigen itu dimasukkan kembali pada sembarang tempat, dapat terjadi reaksi imunologis yang efisien.

GAMBARAN SINGKAT SISTEM IMUN SISTEM LIMFOID (IMUN)
Sistem limfoid terdiri dari berbagai sel, jaringan dan organ yang merupakan tempat prekursor dan turunan limfosit berasal, berdiferensiasi, mengalami pematangan dan tersangkut. Semua sel darah berasal dari prekursor bersama, yaitu sel bakal pluripotensial. Sel bakal pluripotensial adalah sel-sel embrionik yang dapat membentuk bermacam-macam sel hematopoetik dan dapat membelah diri. Sel-sel ini ditemukan dalam sumsum tulang dan jaringan hematopoetik lain serta menghasilkan semua komponen darah (misalnya, eritrosit, trombosit, granulosit, monosit dan limfosit).

ORGAN LIMFOID PRIMER
Walaupun terdapat di semua bagian tubuh, namun limfoid cenderung terkonsentrasi di beberapa organ limfoid, termasuk sumsum tulang, timus, limpa, kelenjar getah bening dan jaringan limfoid terkait organ. Sumsum tulang dan timus dianggap sebagai organ limfoid primer.

ORGAN LIMFOID SEKUNDER
Organ limfoid sekunder mencakup limpa, kelenjar getah bening dan jaringan tidak berkapsul. Contoh-contoh jaringan tidak berkapsul adalah tonsil, adenoid dan bercak-bercak jaringan limfoid di lamina propria (jaringan ikat fibrosa yang terletak tepat di bawah epitel permukaan selaput lendir) dan di sub mukosa saluran cerna.

IMUNITAS SELULAR
Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran ”asing”. Baik sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus di kelenjar timus untuk belajar mengenal fungsi.

Fungsi utama imunitas selular adalah :
› Sel T CD8 memiliki fungsi sitotoksik.
› Sel T juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat saat menghasilkan berbagai limfokin yang menyebabkan peradangan.
› Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat.
› Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalian sel.

IMUNITAS HUMORAL
Sel B memiliki dua fungsi esensial : berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin dan merupakan salah satu kelompok APC. Sel B mengalami pematangan dalam dua tahap, tetapi tidak seperti sel T, tidak matang di timus. Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Dan fase kedua adalah fase dependen – antigen, sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif dan membentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan antibodi.

IMUNOGLOBULIN
Imunoglobulin (antibodi) , yang membentuk sekitar 20% dari semua protein dalam plasma darah, adalah produk utama sel plasma. Selain di plasma darah, imunoglobulin juga ditemukan di dalam air mata, air liur, sekresi mukosa saluran napas, cerna dan kemih-kelamin, serta kolostrum.

Fungsi imunoglobulin adalah :
› Menyebabkan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen antibodi.
› Memungkinkan terjadinya imunisasi pasif
› Meningkatkan opsonisasi (pengendapan komplemen pada suatu antigen sehingga kontak lekat dengan sel fagositik menjadi lebih stabil).
› Mengaktifkan komplemen (kumpulan glikoprotein serum)
› Menyebabkan anafilaksis.

IMUNITAS : ALAMI DAN DIDAPAT
Ada dua tipe umum imunitas, yaitu : alami (natural) dan didapat (akuisita). Imunitas alami yang merupakan kekebalan non spesifik sudah ditemukan pada saat lahir. Sedangkan imunitas di dapat atau imunitas spesifik terbentuk sesudah lahir.
Imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar pertahanan alami semata-mata berupa kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh atau antara ”diri sendiri” dan ”bukan diri sendiri”. Mekanisme alami semacam ini mencakup sawar (barier) fisik dan kimia, kerja sel-sel darah putih dan respon inflamasi.
Imunitas di dapat biasanya terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif. Beberapa minggu atau bulan sesudah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi akan timbul respon imun yang cukup kuat untuk mencegah terjadinya penyakit atau jangkitan ulang. Ada dua tipe imunitas yang di dapat, yaitu aktif dan pasif.
Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologi akan dibentuk oleh tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini umumnya berlangsung selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup.
Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah menderita sakit atau menjalani imunisasi.

MEKANISME ELIMINASI ANTIGEN
Fungsi akhir dari sistim imun adalah mengeliminir bahan asing. Hal ini dilakukan melalui berbagai jalan:

1) Sel Tc dapat menghancurkan antigen asing seperti sel kanker dan sel yang mengandung virus secara langsung melalui penglepasan sitotoksin.

2) Antibodi berfungsi dalam respons imun melalui beberapajalan

a)Neutralisasi toksin
Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) untuk toksin bakteri atau bisa serangga/ular dapat mengikat antigen dan menginaktif-kannya. Kompleks ikatan tersebut selanjutnya akan dieliminir oleh sistim fagosit makrofag.

b)Neutralisasi virus Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) ter-hadap epitop pada permukaan virus akan mencegah ikatan virus dengan sel mukosa sehingga mencegah infeksi, Sel NK dapat menghancurkati sel yang diinfeksi virus.

c) Opsonisasi bakteri
Antibodi (IgG, IgM) dapat menyelimuti permukaan bakteri sehingga memudahkan eliminasi oleh fagosit (yang memiliki reseptor untuk Fc dari Ig). Ikatan dengan makrofag tersebut memudahkan fagositosis (opsonin).

d)Aktivasi komplemen
Beberdpa kelas antibodi (IgG, IgM, IgA) dapat mengaktif-kan komplemeti. Bila epitop ada pada permukaan sel misalnya bakteri, maka komplemen yang diaktifkan dapat menghancurkan sel tersebu melalui efek enzim. Beberapa komponen kom-plemen (C3b, C4b) juga memiliki sifat opsonin. Opsonin terse-but berikatan dengan kompleks antigen-antibodi dan akhirnya dengan•reseptor pada permukaan makrofag sehingga memu-dahkan fagositosis. Ada komponen komplemen yang berupa kemotaktik (C3a, C5a) untuk neutrofil dan ada yang mengaktif-kan mastositdan basofil (anafilatoksin) untuk melepas histamin.
Beberapa bakteri seperti E. coil dan S. aureus dapat mengaktif-kan komplemen langsung melalui jalur alternatif. Respons me-lalui komplemen sangat kompleks dan penting dalam inflamasi yang juga merupakan mekanisme pertahanan. Sistim enzim lain yang berperanan pada inflamasi ialah sistim kinin, clotting dan fibrinolitik.

e) ADCC
Antibodi utama IgG dapat diikat Killer cell (sel K) (atau sel lain seperti eosinofil, neutrofil, yang memiliki reseptor untuk Fc dari IgG). Sel yang dipersenjatai olch IgG tersebut dapat mengikat sel sasaran (bakteri, sel tumor, penolakan transplan,penyakit autoimun dan parasit) dan membunuhnya. Beda sel K dari sel Tc ialah karena sel K tidak memiliki petanda CD8 dan memerlukan antibodi dalam fungsinya.

3) Inflamasi dan hipersensitivitas lambat (Delayed Type Hypersensitivity, DTH)
Menyusul presentasi antigen oleh sel APC, sel Th melepas limfokin yang mengerahkan dan mengaktilkan makrofag dan menimbulkan reaksi inflamasi. Respons inflamasi ini disebut lambat atau hiperreaktivitas lambat oleh karena memerlukan 24-28 jam sedang respons inflamasi yang terjadi melalui antibodi terjadi dalam beberapa menit-jam. Kedua respons inflamasi tersebut juga berbeda dalam jenis sel yang dikerahkan: pada respons lambat sel mononuklear dan pada inflamasi antibodi-komplemen, terutama sel polimorfonuklear.
Inflamasi mempunyai efek baik dan buruk oleh karena di samping eliminasi bahan asing, juga dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
4)Eliminasi protozoa
Baik imunitas humoral maupun selular (makrofag dan sel T yang diaktifkan) berperanan pada eliminasi P. carinii, Giardia dan T

5). Eliminasi jamur
Respons imun terhadap jamur adalah kompleks; yang penting antara lain mekanisme selular clan efek toksik melalui neutrofil. Dinding sel jamur dapat mengaktifkan komplemen (jalur alternatif) yang menghasilkan opsonin dan memudahkan fagositosis.


KEKEBALAN DAN HIPERSENSITIVITAS HUBUNGAN ANTARA KEDUANYA

Dahulu, reaksi hipersensitivitas yang diperan-tarai oleh imunoglobulin kadang-kadang disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan yang diperantarai oleh mekanisme kekebalan seluler dinamakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. (kadang-kadang reaksi yang terakhir ini juga disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe tuberkulin atau reaksi hipersensitivitas bakteri, karena contoh-contoh prototipe). Meskipun istilah ini kadang-kadang masih digunakan akan tetapi oleh karena banyak sekali reaksi yang kecepatannya saling bertumpang tindih maka istilah ini menjadi kurang cepat. Suatu klasifikasi kelainan-kelainan imunologis yang lebih berguna telah diusulkan oleh Gell dan Coombs.

CARA-CARA TERJADINYA CEDERA JARINGAN

REAKSI TIPE I / ANAFILAKTIK
Pada reaksi tipe I. Disebut juga sebagai reaksi tipe anafilaktik, subjek harus disensitisasi lebih dahulu oleh antigen tertentu. Selama respon fase induktif dibentuk antibodi IgE. Antibodi ini bersirkulasi dan melekat pada permukaan sel mast yang terbesar diseluruh tubuh. Jika antigen kemudian dimasukkan ke dalam subjek, maka interaksi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast mengakibatkan pelepasan eksplosif dari zat-zat yang terkandung di dalam sel. Jika antigen yang dimasukkan itu sedikit dan bersifat lokal, maka pelepasan mediatornya juga bersifat lokal dan hasilnya tidak lebih dari daerah vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas yang mengakibatkan pembengkakan lokal.

REAKSI TIPE II / SITOTOKSIK
Reaksi tipe II pada dasarnya merupakan sitotoksik. Pada reaksi macam ini antibodi IgD dan IgM yang bersirkulasi bersatu dengan antigen yang cocok pada permukaan sel. (Yaitu, antigen yang melekat pada atau merupakan bagian dari permukaan sel). Hasil dari interaksi ini adalah percepatan fagositosis sel target atau lisis sebenarnya dari sel target setelah pengaktifan konponen ke depalapn atau ke sembilan rangkaian komplemen. Jika sel target adalah sel asing seperti bakteri makan hasil reaksi ini menguntungkan. Namun, kadang-kadang sel target itu adalah eritrosit-eritrosit dari tubuh, dalam hal ini akibatnya dapat berupa anemia hemolitik.

REAKSI TIPE III / KOMPLEKS IMUN
Reaksi tipe III mempunyai berbagai bentuk, tetapi pada akhirnya reaksi-reaksi tersbut sama-sama diperantarai oleh kompleks imun, yaitu kompleks antigen dengan antibodi, biasanya dari jenis IgD. Prototipe dari reaksi jenis ini adalah reaksi arthus. Secara klasik, jenis reaksi ini ditimbulkan dengan cara mensensitisasi subjek dengan beberapa protein asing dan selanjutnya seubjek tersebut diberi suntikan antigen yang sama secara intrakutan. Reaksi itu secara khas timbul sesudah beberapa jam, dengan melalui fase pembengkakan dan kemerahan kemudian nekrotik serta pada kasus yang berat terjadi perdarahan.

REAKSI TIPE IV / DIPERANTARAI SEL
Reaksi tipe IV diperantarai oleh kontaknya limfosit T yang telah mengalami sensitisasi dengan antigen yang sesuai. Kejadian ini dapat terlihat pada berbagai keadaan. Tuberkulosis merupakan contoh klasik. Menyertai reaksi ini, biasanya akan terdapat nekrosis luas pada jaringan yang merupakan tanda yang cukup khas untuk penyakit ini. Nekrosis semacam ini sekarang diakui sebagai akibat kekebalan yang diperantarai sel, bukan langsung disebabkan oleh racun dari basil tuberkulosis. Tampaknya nekrosis ini adalah akibat dari limfositotoksisitas (yaitu pengaruh dari limfosit yang diaktifkan oleh tuberkuloprotein basil).
Reaksi tipe IV juga diperlihatkan oleh dermatitis kontak alergi yang dapat ditimbulkan secara percobaan maupun secara spontan pada manusia.

TIPE I ANAFILAKTIK
Antigen bereaksi dengan antibodi IgE yang terikat ke permukaan sel mast; menyebabkan pelepasan mediator dan efek mediator Uji gores alergi yang positif
• Anafilaksis
• Alergi saluran napas
• Bisa serangga
TIPE II : SITOTOKSIK
Antibodi berikatan dengan antigen yang merupakan bagian dari sel atau jaringan tubuh; terjadi pengaktifan komplemen, atau fagositosis sel sasaran dan mungkin sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen-antibodi
• Anemia hemolitik imun
• Sindrom goodpasture
TIPE III : KOMPLEKS IMUN
Penyatuan antigen dan antibodi membentuk suatu kompleks yang mengaktifkan komplemen, menarik leukosit dan menyebabkan kerusakan jaringan oleh produk-produk leukosit.
• Serum sickness
• Beberapa bentuk glomerulonefritis
• Lesi pada lupus eritematosus sistemik

TIPE IV : DIPERANTARAI SEL
Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin, sitotoksisitas langsung dan pengerahan sel-sel reaktif.
• Dermatitis kontak alergi
• Penolakan alograf
• Lesi/uji kulit tuberkulosis
• Anafilaksis



DEFINISI
1. ANAFILAKSIS
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh.

PENYEBAB
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen. Penyebab yang sering ditemukan adalah:
• Gigitan/sengatan serangga
• Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin)
• Alergi makanan
• Alergi obat. Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis. Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksi yang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.

GEJALA

Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi (bengek), gangguan pernafasan; dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare. Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkan edema pulmoner. Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Gejala-gejala yang bisa ditemui pada suatu anafilaksis adalah: - kaligata - gatal di seluruh tubuh - hidung tersumbat - kesulitan dalam bernafas - batuk - kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku - pusing, pingsan - kecemasan - berbicara tidak jelas - denyut nadi yang cepat atau lemah - jantung berdebar-debar (palpitasi) - mual, muntah - diare - nyeri atau kram perut - bengek - kulit kemerahan.

DIAGNOSA

Pemeriksaan fisik menunjukkan: - kaligata di kulit dan angioedema (pembengkakan mata atau wajah) - kulit kebiruan karena kekurangan oksigen atau pucat karena syok. - denyut nadi cepat - tekanan darah rendah. Pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop akan terdengar bunyi mengi (bengek) dan terdapat cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner).

PENGOBATAN

Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Bila perlu, segera lakukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi endotrakeal (pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atau trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea untuk membantu pernafasan). Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk membuka saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi syok, diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi jantung dan peredaran darah. Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan kortikosteroid (misalnya prednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan penyelamatan dan pemberian epinephrine).

PENCEGAHAN

Hindari alergen penyebab reaksi alergi. Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atau epinefrin.
2. OTOIMUNITAS
Pada umumnya fenomena imunologis meliputi pengenalan diri sehingga sistem limfoid dari hospes tidak bereaksi dengan antigen dari tubuh hospes. Namun, sekarang telah diketahui bahwa dalam sejumlah reaksi-reaksi yang diperantarai oleh antibodi atau sel terhadap antigen sendiri dapat diperlihatkan. Meskipun beberapa reaksi ini tidak terlalu penting akan tetapi pada hal-hal lain otoimunitas dianggap sebagai kunci dari patogenesis penyakit. Sering kali pencetus otoimunitas tidak diketahui akan tetapi ada beberapa kemungkinan yang teoritis yang mungkin dapat menerangkan hilangnya toleransi terhadap antigen itu sendiri. Pada beberapa hal ternyata agen infeksi mungkin mempunyai kelompok-kelompok antigenik yang sama seperti yang terdapat pada jaringan tertentu dari hospes. Kemudian dalam reaksi dengan agen itu, jaringan hospes dapat cedera oleh karena reaksi silang. Keadaan kedua mengenai perubahan struktur antigenik dari protein hospes yang disebabkan oleh cedera, infeksi atau membuat kompleks dengan hapten dari luar hospes.
Dengan struktur antigenik yang berubah, jaringan tertentu mungki menimbulkan reaksi imunologis seperti benda asing. Penjelasan lain adalah ”pemaparan” yang mendadak dari antigen itu sendiri yang sebelumnya diisolasi atau terpisah dari jaringan limfoid. Fenomena ini dapat dilihat dalam reaksi otoimun terhadap unsur-unsur pokok sperma atau mata setelah cedera fisik yang mengganggu anatomi normal. Akhirnya ternyata beberapa reaksi otoimun dapat dipercepat oleh hilangnya fungsi sel T, melibatkan sel T supresor yang umunnya mengontrol reaksi imun.

Kamis, 12 Mei 2011

Penyakit Malaria, Plasmodium, Gejala, Penularan dan Pencegahannya

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit ( plasmodium ) yang ditularkan oleh nyamuk malaria ( Anopheles ). Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa.
Plasmodium malaria. Seperti yang kita kenal beberapa macam plasmodium malaria, Â yaitu :
1. Plasmodium Vivax
2. Plasmodium Ovale
3. Plasmodium Falsifarum
4. Plasmodium Malariae
5. Plasmodium Knowlesi ( Baru ditemukan di malaysia ).
Gejala penyakit malaria sering kita jumpai sebagai berikut :
• Gejala malaria berat:
 Kejang-kejang
 Kehilangan kesadaran
 Kuning pada mata
 Panas tinggi
 Kencing berwarna the tua
 Nafas cepat
 Muntah terus
 Pingsan sampai koma

• Gejala malaria ringan:
 Pucat karena kurang darah
 Kadang-kadang di mulai dengan badan terasa lemah, mual/muntah tidak nafsu makan
 Gejala spesifik daerah, seperti diare pada anak
Cara penularan penyakit malaria
Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk malaria ( anopheles ). Bila nyamuk anopheles mengigit orng yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam wktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria.
Cara Pencegahan Penyakit malaria.
Sebagai referensi saya membagi 3 cara pencegahan efektif penyakit malaria ini :
• Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, kurangi berada di luar rumah pada malam hari.
• Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis malaria.
• Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.
• Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll.

Penyakit Kolera (Cholera)

Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.

Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).
• Penyebaran Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
• Gejala dan Tanda Penyakit Kolera
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
• Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
• Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

Chikungunya

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Perawatan berdasarkan gejala disarankan setelah mengetepikan penyakit-penyakit lain yang lebih berbahaya.
Penyebab Chikungunya
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih "bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus dengue? Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya? Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. virus Chikungunya ini masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit ini berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.
Chikungunya di Indonesia
Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982, Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973[1], kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini.
Gejala penderita Chikungunya
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulangtulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.
Mengenal Penyakit Chikungunya, pencegahan dan Pengobatanya.
Penyakit chikungunya adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus chik yang di bawa oleh nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk yang juga penular penyakit demam berdarah. Penyakit dapat menyebabkan nyeri pada sendi, rasa ngilu pada hampir seluruh bagian tubuh dan timbul bintik bintik merah pada kulit.
Penyakit chikungunya ini sering kali menyerang masyarakat dalam jumlah besar. Tidak menutup kemungkinan 90 % dari masyarakat dalam satu desa. Pengalaman saya selama ini memang seperti itu hampir di setiap desa di tempat tinggal saya terserang penyakit yang dapat menyebabkan orang lumpuh sementara ini.
Sumber dan cara penularannya:
Penularan demam chik ( sebutan untuk penyakit chikungunya ) terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk Aedes aegypti yang sudah membawa virus chik kemudian menggigit orang lain. Cara penularannya sama seperti pada umumnya penyakit yang bersumber dari nyamuk. Biasanya juga dapat menyebar dengan cepat ke tetangga sekitar dan bahkan kabupaten sekitar.
Pengobatannya:
Sampai dengan sekarang saya belum mendapat referensi apa obat spesifik untuk penyakit ini. Sementara waktu hanya bersifat symtomatis artinya obati apa yang menjadi keluhan kita.
Walaupun penyakit ini jarang dapat menyebabkan kematian dan bahkan sangat kecil sekali. Tetapi bagi penderitanya di hadapkan pada rasa nyeri yang berkepanjangan, biasanya 7 – 10 hari dan akan sangat menyiksa sekali.
Bagaimana Pencegahannya:
Karena penyakit chikungunya ini vektornya sama dengan penyakit DBD maka prinsip dasar pencegahannya  juga sama dengan pencegahan pada penyakit DBD.
Beberapa rekomendasi pencegahan yang efektif sebagai berikut :
1. Tetap laksanakan 3M Plus.
2. Cegah dengan Kentongan.
3. Cari Informasi yang benar mengenai penyakit ini.
4. Tetaplah menjaga kebersihan satu Desa atau kampong.
5. Tanam tanaman yang dapat mengusir nyamuk
6. Yang paling ampuh adalah lindungi diri anda dari gigitan nyamuk.

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis)

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
• Penularan Penyakit Kaki Gajah
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.

Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.

• Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.
Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
 Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
 Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
 Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
 Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
 Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
• Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Kaki Gajah
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).

Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.

Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.

• Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kaki Gajah
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.

Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.

Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.

Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.

• Pencegahan Penyakit Kaki Gajah
Bagi penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan kedokter dan mendapatkan penanganan obat-obtan sehingga tidak menyebarkan penularan kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya.

Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

PENGUKURAN MASALAH FREKUENSI KESEHATAN

Cara mengukur frekwensi masalah kesehatan yang dapat dipergunakan dalam Epidemiologi sangat beraneka ragam, karena tergantung dari macam masalah kesehatan yang ingin diukur atau diteliti. Secara Umum Ukuran – ukuran dalam Epidemiologi dapat dibedakan atas :

A. UNTUK MENGUKUR MASALAH PENYAKIT
( ANGKA KESAKITAN / MORBIDITAS )
Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap sebagai penyakit. Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal : MORBIDITAS.
MORBIDITAS = Kesakitan : Merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu populasi.
MORBIDITAS : Juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu kondisi sakit.
MORBIDITAS : Juga mengacu pada angka kesakitan yaitu ; jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko.
Di dalam Epidemiologi, Ukuran Utama Morbiditas adalah : Angka Insidensi & Prevalensi dan berbagai Ukuran Turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan Angka Prevalensi.

A. INSIDENSI
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang :
1. Data tentang jumlah penderita baru.
2. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk ).
Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Incidence Rate
™ Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.
Rumus yang dipergunakan :
Incidence Rate = Jumlah Penderita Baru x K
Jumlah penduduk yg mungkin terkena penyakit tersebut pada
pertengahan tahun

K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)
Perhitungan Penduduk Pertengahan Tahun :
Jika diketahui Jumlah Penduduk pada 1 Januari dan 31 Desember pada tahun yang sama, maka penghitungan jumlah penduduk pertengahan tahunnya adalah :

b. Attack Rate
Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.

Manfaat Attack Rate adalah :
1. Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit. Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut.

c. Secondary Attack Rate
Adalah : Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena penyakit pada serangan pertama.
Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga ).

B. PREVALENSI
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka Prevalensi digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau Pendeuduk dengan Resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa Angka Prevalensi sebenarnya bukanlah suatu RATE yang murni, karena Penduduk yang tidak mungkinterkena penyakit juga dimasukkan dalam perhitungan.
Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu :

a) Period Prevalen Rate
Yaitu : Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.

b) Point Prevalen Rate
Adalah : Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

HUBUNGAN ANTARA INSIDENSI DAN PREVALENSI :
Prevalensi = Semua. Angka Prevalensi dipengaruhi oleh Tingginya Insidensi dan Lamanya Sakit/Durasi Penyakit.
Lamanya Sakit/Durasi Penyakit = Periode mulai didiagnosanya penyakit sampai terakhirnya penyakit tersebut yaitu : sembuh, mati ataupun kronis.
Hubungan ketiga hal tersebut dabat dinyatakan dengan rumus

P = I x D
Keterangan:
• P = Prevalensi
• I = Insidensi
• D = Lamanya Sakit

Rumus hubungan Insidensi dan Prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu :
a. Nilai Insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan : Tidak menunjukkan perubahan yang mencolok.
b. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan yang terlalu mencolok.







C. UNTUK MENGUKUR MASALAH KEMATIAN
( ANGKA KEMATIANMORTALITAS )

Dewasa ini di seluruh dunia mulai muncul kepedulian terhadap ukuran kesehatan masyarakat yang mencakup penggunaan bidang epidemiologi dalam menelusuri penyakit dan mengkaji data populasi. Penelusuran terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan penduduk paling baik dilakukan dengan menggunakan ukuran dan statistik yang distandardisasi yang hasilnya kemudian juga disajikan dalam tampilan yang distandardisasi.

Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk kematian dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :
a. Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait,
b. Status penyakit,
c. Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat ( Bunuh diri, Kecelakaan,Pembunuhan, Bencana Alam, dsb.)

Macam – macam / Jenis Angka Kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam
Epidemiologi antara lain :
1. Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )
• Adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu ( umumnya 1 tahun ) dibandingkan dengan jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan.
• Istilah Crude = Kasar digunakan karena setiap aspek kematian tidak memperhitungkan usia, jenis kelamin, atau variable lain.

2. Angka Kematian Perinatal ( Perinatal Mortality Rate )
• Periode yang paling besar resiko kematiannya bagi umat manusia adalah periode perinatal dan periode setelah usia 60 tahun. Di dalam kedokteran klinis, evaluasi terhadap kematian anak dalam beberapa hari atau beberapa jam bahkan beberapa menit setelah lahir merupakan hal yan penting agar kematian dan kesakitan yang seharusnya tidak perlu terjadi dalam periode tersebut bisa dicegah.
• PMR Adalah : Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. ( WHO, 1981 )
• Manfaat PMR : Untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan bayi.
• Factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah :
a) Banyaknya Bayi BBLR
b) Status gizi ibu dan bayi
c) Keadaan social ekonomi
d) Penyakit infeksi, terutama ISPA
e) Pertolongan persalinan

3. Angka Kematian Bayi Baru Lahir ( Neonatal Mortality Rate )
• jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
• Manfaat NMR adalah untuk mengetahui :
a) Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal
b) Program imunisasi
c) Pertolongan persalinan
d) Penyakit infeksi, terutama Saluran Napas Bagian Atas.

4. Angka Kematian Bayi ( Infant Mortalaity Rate )
• Jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
• Manfaat : sebagai indicator yg sensitive terhadap derajat kesehatan masyarakat.

5. Angka Kematian Balita ( Under Five Mortalaty Rate )
• Jumlah kematian balita yang dicatat selama 1 tahun per 1000 penduduk balita pada tahun yang sama.
• Manfaat : Untuk mengukur status kesehatan bayi.

6. Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate)
• Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di Negara belum berkembang , terutama pada wilayah tempat bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya akibat malnutrisi, defisiensi nutrisi, dan penyakit infeksi.
• Postneonatal Mortality Rate adalah : kematian yang terjadi pada bayi usia 28 hari sampai 1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun.

7. Angka Lahir Mati / Angka Kematian Janin(Fetal Death Rate )
• Istilah kematian janin penggunaannya sama dengan istilah lahir mati.
• Kematian janin adalah kematian yang terjadi akibat keluar atau dikeluarkannya janin dari rahim, terlepas dari durasi kehamilannya. Jika bayi tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda – tanda kehidupan saat lahir, bayi dinyatakan meninggal. Tanda – tanda kehidupan biasanya ditentukan dari Pernapasan, Detak Jantung, Detak Tali Pusat atau Gerakan Otot Volunter.
• Angka Kematian Janin adalah Proporsi jumlah kematian janin yang dikaitkan dengan jumlah kelahiran pada periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun.

8. Angka Kematian Ibu ( Maternal Mortality Rate )
• Jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
• Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan :
a) Social ekonomi
b) Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas
c) Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
d) Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas.

9. Angka Kematian Spesifik Menurut Umur (Age Specific Death Rate)
• Manfaat ASMR/ASDR adalah :
a) Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat kematian tertinggi pada golongan umur.
b) Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah.
c) Untuk menghitung rata – rata harapan hidup.

10. Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR )
• Jumlah seluruh kematian karena satu sebab penyakit dalam satu jangka waktu tertentu ( 1 tahun ) dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut.
11. Case Fatality rate ( CFR )
• perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab penyakit tertentu dalam 1 tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun yang sama.
• Digunakan untuk mengetahui penyakit – penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi.

Sumber kesalahan dalam pengkuran:
Dalam mengukur frekwensi masalah kesehatan dapat terjadi kesalahan – kesalahan
yang berasal dari 2 sumber yaitu :
1) Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai
• Menggunakan sumber data yang tidak representative : Hanya data dari pelayana kesehatan saja, padahal diketahui bahwa cakupan pelayanan kesehatan sangat terbatas dan tidak semua masyarakat datang berobat ke fasilitas pelayanan tersebut.
• Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang pengambilan respondennya tidak secara acak. ( tidak memenuhi syarat Randomisasi )
• Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang sebagian respondenya tidak memberikan jawaban ( drop out )
2) Kesalahan karena adanya factor BIAS :
™ BIAS = adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya.
™ Sumber BIAS :
a) Dari Pengumpul Data :
• Menggunakan alat ukur yang berbeda – beda / tidak standar
• Menggunakan teknik pengukuran yang berbeda

b) Dari Masyarakat :
• Adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap penyakit yang ditanyakan
• Adanya perbedaan respon terhadap alat / test yang dipergunakan.

Rabu, 11 Mei 2011

PLAGUE/PENYAKIT PES

Penyebaran penyakit plague/pes
Plague, disebut juga penyakit pes, adalah infeksi yang disebabkan bakteri Yersinia pestis (Y. pestis) dan ditularkan oleh kutu tikus (flea), Xenopsylla cheopis. Selain jenis kutu tersebut, penyakit ini juga ditularkan oleh kutu jenis lain. Di Indonesia dan negara2 Asia Tenggara kutu carrier plague adalah Xenophylla astia. Penyakit ini menular lewat gigitan kutu tikus, gigitan/cakaran binatang yang terinfeksi plague, dan kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi. Kutu yang terinfeksi dapat membawa bakteri ini sampai berbulan2 lamanya. Selain itu pada kasus pneumonic plague, penularan terjadi dari dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh udara.
Jenis2 plague dan gejalanya pada manusia
Ada 3 jenis penyakit plague yaitu:
Bubonic plague : Masa inkubasi 2-7 hari. Gejalanya kelenjar getah bening yang dekat dengan tempat gigitan binatang/kutu yang terinfeksi akan membengkak berisi cairan (disebut Bubo). Terasa sakit apabila ditekan. Pembengkakan akan terjadi. Gejalanya mirip flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di di tonsil/adenoid (amandel), limpa dan thymus. Bubonic plague jarang menular pada orang lain.
Septicemic plague : Gejalanya demam, menggigil, pusing, lemah, sakit pada perut, shock, pendarahan di bawah kulit atau organ2 tubuh lainnya, pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah, organ tubuh tidak bekerja dg baik. Tidak terdapat benjolan pada penderita. Septicemic plague jarang menular pada orang lain. Septicemic plague dapat juga disebabkan Bubonic plague dan Pneumonic plague yang tidak diobati dengan benar.
Pneumonic plague : Masa inkubasi 1-3 hari. Gejalanya pneumonia (radang paru2), napas pendek, sesak napas, batuk, sakit pada dada. Ini adalah penyakit plague yang paling berbahaya dibandingkan jenis lainnya. Pneumonic plague menular lewat udara, bisa juga merupakan infeksi sekunder akibat Bubonic plague dan Septicemic plague yang tidak diobati dengan benar.
Binatang yang dapat menjadi pembawa plague
Semua binatang pengerat (tikus, marmut, hamster, tupai, dll), kucing, anjing, kelinci, rusa, kambing dll.
Gejala plague pada kucing
Demam, muntah, diare, kondisi bulu yang buruk, lidah membengkak, luka pada mulut (sariawan), terdapat kotoran pada mata.
Diagnosa plague
Diagnosa dilakukan dengan mengambil cairan dari bubo, dahak (pada pneumonic plague) dan tes darah. Tes darah diulang setelah 10-14 hari.
Pengobatan plague
Plague pada manusia dan kucing dapat diobati dengan Streptomycin, Tetracyclin, Doxycyclin, Gentamycin. Streptomycyn dosis tinggi terbukti lebih efektif mengobati plague. Penicilin tidak efektif untuk penyakit plague. Diazepam diberikan untuk mengurangi rasa lelah. Heparin biasanya diberikan apabila terdapat gejala pembekuan darah.
Pencegahan plague
1. Orang2/binatang di sekitar penderita plague harus diobati dg antibiotic selambat2nya 7 hari setelah kontak dg penderita.
3. Memakai sarung tangan, baju panjang, masker, dan goggle (kacamata) pd waktu kontak dg penderita plague
4. Tidak mengijinkan kucing makan tikus, kelinci atau binatang hidup berdarah panas lainnya.
5. Tidak mengijinkan kucing bermain di luar rumah, terutama di daerah yg banyak terdapat sarang tikus.
6. Mengontrol populasi tikus dan kutu di lingkungan anda.
7. Vaksinasi plague apabila akan bepergian ke daerah epidemi plague.