Kamis, 19 Mei 2011

sistem imunitas

A. SISTEM IMUN NON SPESIFIK
• Respon langsung thd antigen
• Tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu
• Terdiri dari
o Fisik / mekanik
- kulit, selaput lendir, silia, batuk bersin
o Biokimia & faktor terlarut
- Biokimia : asam lambung, lisozim, laktoferin, asam neuraminik
- Humoral : komplemen, interferon, CRP
o Seluler
- Sel fagosit : monosit, makrofag, neutrofil, eosinofil
- Sel nul : sel NK dan K
- Sel mediator : basofil, mastosit, trombosit

Fagositosis
• makrofag/monosit, segmen eosinofil, netrofil
• memakan, mamasukan, menghancurkan
• Dibantu oleh :
- C3a, C5a, C567 à kemotaksis
- C3b àpengenalan Ag sasaran oleh sel fagosit
- opsonin
Proses fagositosis
Terdiri dari :
1. Kemotaksis à gerakan sel fagosit ke tempat infeksi
2. Menelan
3. Memakan (fagositosis) à dgn pembentukan fagosom
4. Membunuh à lisozom, H2O2, mieloperoksida
(à membentuk fagolisosom)
5. Mencerna

B. SISTEM IMUN SPESIFIK/ DIPEROLEH
Kemampuan mengenal benda asing/antigen à spesifik menghancurkan antigen yg sudahdikenal sebelumnya
Cara sistem ini didapat :
1. Aktif
2. Pasif
Respon imun spesifik terdiri dari :
1. Sistem humoral
- Diperankan oleh limfosit B
- Rangsangan antigen à sel B proliferasi & diferensiasi à sel plasma à membentuk antibodi
- Pertahanan thd bakteri ekstra seluler, netralisir toksin

2. Sistem seluler
- Diperankan oleh limfosit T : Th, Ts, Tdh, Tc
- pertahanan thd bakteri intraseluler, virus, jamur, parasit, keganasan

3. Antibody dependent cellular immune respons àsel null à sel K
SEL T
Dibentuk di sumsum tulang, pematangan di timus
Mempunyai petanda permukaan à membedakan dg sel B à pemeriksaan rosette (+)
Mempunyai petanda CD (cluster differentiation) à sel T dlm berbagai fase pertumbuhan
Mempunyai petanda fungsional à concanavalin A & phytohemaglutinin
Fungsi : - membantu sel B dlm memproduksi antibodi
- mengenal & menghancurkan sel yang terinfeksi virus
- mengaktifkan makrofag dlm fagositosis
- mengontrol ambang & kualitas sistem imun
Jenis : sel Th (helper), Ts (supresor), Td (delayed hypersensitivity), Tc (cytotoxic)

SEL B
• Dibentuk & dimatangkan di sumsum tulang
• Proses pematangan à sel asal à pre B à sel B imatur à sel B matur à proliferasi & diferensiasi à sel plasma à antibodi /Ig (imunoglobulin)
• Rangsangan antigen I à terbentuk IgM
• Selanjutnya akan terjadi switching à Ig A, Ig E. Ig D, Ig G

i. ANTIGEN
a. Sifat :
• dapat melekatkan Ab pd antigenic determinant/epitop
• dapat merangsang pembentukan Ab

b. Syarat antigen yg baik :
• BM besar ³ 40.000
• Kekakuan struktur
• Keasingan molekul
• Larut/tidak
• Kecepatan dihancurkan sel tubuh
• Jumlah antigen

ii. ANTIBODI
- Molekul antibodi à imunoglobulin
- Dibentuk oleh sel plasma dr limfosit B
- Macam :Ig M, Ig G,Ig A, Ig D, Ig E
Sistem imun non spesifik & spesifik à tidak dapat dipisahkan secara tegas

1. Uji respon imunologik non spesifik

a. Seluler
• Kuantitatif à pe­ atau pe¯ jumlah leukosit, monositosis, eosinofilia
• Kualitatif à uji hambatan migrasi leukosit, uji gangguan fagositosis, uji fungsi membunuh mikroba

b. Humoral
• Kadar CRP à me­ > 100 x pd infeksi atau kerusakan jaringan
• Kadar komplemen à C3, C4, faktor B, properdin

2. Uji respon imunologik spesifik
a. Seluler
1. Kualitatif à uji transformasi limfosit (dg PHA & con A)
à uji sitotoksisitas
à uji produksi limfokin
2. Kuantitatif à tes rosette
b. Humoral
Elektrpforesis protein
Imuno elektroforesis

UJI INTERAKSI ANTIGEN ANTIBODI
1. Reaksi presipitasi
- untuk antibodi/antigen terlarut à terbentuk presipitat
- jumlah antigen & antibodi hrs seimbang
2. Reaksi aglutinasi
- untuk antibodi/antigen btk partikel à terbentuk aglutinasi
- jumlah antigen & antibodi hrs seimbang
- misalnya : Widal, gol darah, tes kehamilan
3. Interaksi antigen antibodi tingkat molekuler
RIA (radio immunoassay)
ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay)









a. Jalur klasik
C1qrs (esterase) pengenalan
¯
C4 à C4b & C4a
¯
C2 à C2a & C2b
¯
C4b2a + Mg à C3 konvertase
¯
C3 à C3b & C3a
¯
C4b2a3b à C3 peptidase
¯
C5 à C5b & C5a
¯
penghancuran C5-6-7 à C5-6-7-8 à C5-6-7-8-9

b. Jalur alternatif
- Aktivasi langsung melalui C3
- Pencetus : - endotoksin
- zymosan
- IgA
- bisa ular kobra

SELULER
1. Sel NK
à sifat sitotoksik à virus, keganasan
à aktivasi oleh interferon
2. Mononuklear (MN)à monosit & makrofag
- Siklus hidup lama
- Granul à lisozim, komplemen, interferon, sitokin
- Gerak lambat 7-8 jam
3. Polimorfonuklear (PMN)à neutrofil, eosinofil
- Siklus hidup pendek
- Granul à enzim hidrolitik, laktoferin
- Gerak cepat 2-4 jam

Aktivasi APC Menginduksi Imunitas Adaptif.
Induksi imunitas adaptif dimulai ketika patogen dicerna oleh sel dendritik immature pada jaringan yang terinfeksi. Sel fagosit ini tersebar pada berbagai macam jaringan dan mengalami pembaharuan pada kecepatan yang sangat rendah. Sel dendritik sebagaimana makrofag berasal dari prekursor dalam sumsum tulang, dan bermigrasi dari sumsum tulang menuju jaringan periperal tempat berhentinya, pada tempat yang baru ini sel dendritik berperan untuk menjaga lingkungannya dari serangan patogen. Sel dendritik yang telah memperoleh antigen akan segera memasuki pembuluh limfa dam masuk lymph node. Pada lymph node sel dendritik akan mengenalkan antigen yang dibawa kepada sel T naive. Sel dendritik immature mempunyai reseptor pada permukaan sel yang mengenali sifat umum patogen, misalnya dinding sel bakteri yang berupa proteoglikan. Sebagaimana yang terjadi pada makrofag dan neutrofil, bakteri yang berikatan dengan reseptor sel dendritik akan ditelan oleh sel tersebut dan didegradasi intraselluler.
Sel dendritik immature secara terus menerus mengambil material ekstraselluler, termasuk virus dan bakteri yang ada pada lingkungan itu dengan mekanisme makropinositosis yang tidak tergantung reseptornya. Fungsi utama sel dendritik sebenarnya bukan untuk menghancurkan patogen tetapi untuk membawa antigen dari patogen itu pada organ limfoid periferal dan mempresentasikan antigen itu pada sel limfosit T. Ketika sel dendritik menelan patogen padajaringan yang terinfeksi, sel dendritik teraktivasi dan bergerak menuju lymph node yang terdekat. Karena aktivasi itu sel dendritik mengalami pemasakan menjadi sel APC yang sangat efektif dan berubah sifat menjadi sel yang mampu mengaktifkan sel limfosit spesifik yang berada pada lymph node (Gambar 42). Sel dendritik yang teraktivasi mensekresi sitokin yang berpengaruh terhadap imunitas innate maupun adaptif.

Limfosit Yang Teraktivasi Dapat Memediasi Respon Imunitas Adaptif.
Sistem pertahanan imunitas innate efektif untuk melawan berbagai macam patogen. Namun demikian sistem ini kerjanya juga terbatas karena mengandalkan reseptor yang terbentuk selama proses perkembangannnya, sedangkan mikroorganisme dapat berubah melebihi kecepatan host menyelaraskan sistem imun yang ada. Hal ini menjelaskan mengapa sistem imunitas innate hanya dapat mengenali mikroorganisme yang membawa molekul yang umumnya sama untuk semua jenis patogen yang secara evolusi kemampuan tersebut telah terpelihara. Imunitas innate akan bekerja dengan cepat terhadap agen apapun yang masuk, termasuk mikroorganisme yang mempunyaikecepatan berevolusi sangat tinggi selama reseptor nonspesifik dapat mengenalinya. Sistem imunitas innate dapat mengenali struktur molekul yang berada pada patogen yang umumnya tidak dimiliki host. Telah diketahui bahwa bakteri patogen dapat terus melakukan perubahan struktur kapsul sehingga terhindar dari pengenalan sel-sel fagosit. Virus membawa berbagai macam molekul yang secara umum berbeda dengan bakteri dan jarang dapat dikenali langsung oleh makrofag. Namun demikian virus dan bakteri berkapsul dapat diambil oleh sel dendritik dengan proses makropinositosis yang tidak tergantung pada reseptor, sehingga molekul yang menunjukkan sifat sebagai penginfeksi bisa diketahui, dan sel dendritik teraktivasi akan mempresentasikan antigen pada limfosit. Mekanisme pengenalan pada sistem imunitas adaptif yang dilakukan oleh sel limfosit telah berevolusi untuk mengatasi keterbatasan imunitas innate. Adanya evolusi itu memungkinkan terjadinya pengenalan terhadap diversitas antigen yang tak terbatas, sehingga setiap antigen dapat menjadi target bagi limfosit yang spesifik.
Setiap sel limfosit yang masuk pada sirkulasi darah hanya memiliki satu macam reseptor yang spesifik untuk satu macam antigen. Sifat spesifik limfosit ini terbentuk selama proses perkembangan limfosit mulai pada sumsum tulang dan timus untuk membentuk varian gen yang menyandi molekul reseptor limfosit. Karena setiap sel limfosit mempunyai reseptor yang spesifikasinya berbeda satu dengan yang lain, maka setiap individu mempunyai berjuta-juta klon sel limfosit, lymphocyte receptor repertoire. Selama hidup manusia limfosit mengalami proses yang mirip seleksi alam. Hanya limfosit yang menemukan antigen yang dapat teraktivasi dan berubah menjadi sel efektor. Clonal selection theory, sebenarnya telah berkembang sejak tahun 1950. Pada saat itu Macfarlane Burnet beranggapan bahwa di dalam setiap individu telah tersedia sel-sel yang mempunyai potensi menghasilkan antibodi yang berbeda-beda. Jika sel tersebut mengikat antigen yang sesuai akan teraktivasi dan membelah menjadi progeni yang identik, yang disebut klon. Sel yang teraktivasi itu sekarang dapat mensekresi antibodi yang sama, dan mempunyai spesifikasi yang sama pula dengan reseptor yang pertama kali terstimuli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar